Blog Ansyari - Kalau Anda melihat foto di atas, tidak ada yang aneh kan? Hanya jamu yang dijual dengan cara keliling. Biasanya ada beras kencur,kunyit asam, dll. Taukah Anda, belum lama ini di Bantul juga muncul pedagang jamu yang dijual dengan cara keliling, tapi jamu yang dijual adalah nama samaran dari miras yaitu “lapen”.
Pertama kali mendengar kabar ini pun saya sempat tergelitik geli. Ada-ada saja ide orang Jogja. Tapi ide ini kok sepertinya kurang pas ya. Berikut akan saya ceritakan kronologisnya.
Kemarin sore, tepatnya tanggal 29 April jam 16.00. Saya dan beberapa sahabat menjenguk seorang teman di RS Panembahan Senapati Bantul. Dia barusaja menjalani operasi lambung. Ya, umumnya orang menjenguk kan ngajak ngobrol tentang apa yang dia rasakan, apa sebabnya dan banyak lah obrolan lainnya yg sifatnya hanya pepesan kosong.
Selidik punya selidik, selama beberapa minggu, teman saya si son itu (nama saya samarkan) setiap sore rutin mengonsumsi jamu; begitu dia menyebutnya. Pernah sesekali dia bilang “aku pengen gendut , aku dah minum jamu, skarang perutku tambah gedhe to” katanya sambil menunjukkan perutnya yang sudah membuncit.
Benar memang, dia minum jamu tiap sore. Kira-kira jam 16.30, penjual jamu itu lewat ke perkampungan si Son. Badannya besar dan tambun, naik motor yg diiklankan Komeng. Setiap kali si penjual jamu berhenti menjajakan dagangannya, banyak pemuda dan ABG yg mendatanginya. Tak tampak seperti pedagang yg membawa “kronjot” (keranjang) karena dagangannya ada di dalam bagasi motor. meski demikian, pelanggannya sudah tahu kalau dia sedang jualan jamu.
Para pemuda dan ABG itu bertolak dengan membawa bungkusan plastik. Sruput demi sruput para pemuda itu menikmati minuman yang mereka sebut sebagai jamu itu. Ternyata, “jamu” cuma sebutan mereka untuk menyamarkan agar tak dianggap negatif oleh warga. Sebenarnya minuman itu adalah LAPEN. Barangkali ada yg belum mengenal apa itu lapen. Kalau untuk orang Jogja, kata itu tidak asing. Kalau di daerah Sragen, dikenal ada miras tradisional namanya CIU, di Kalimantan ada Tuak, nah di Jogja, miras tradisionalnya namanya lapen. Tapi, saya sendiri juga tak tahu secara detail apa bahan dan bagaimana cara membuatnya. Saya sendiri juga belum pernah mengonsumsinya. Kata teman saya sih rasanya “klecing” hehe
Kalau ada yang masih ingat, dalam jangka 4 tahun ini ada beberapa kejadian miras oplosan memakan korban. Ingat? ya minuman lapen lah yang menyebabkan. Berbagai macam bahan kimia dicampur. Kalau yg saya ingat, ada bahan pembersih lantai juga. Ya mungkin tidak semua lapen dibuat dengan bahan yang asal-asalan, ada juga yang dibuat dengan cara yg semestinya. tapi ya bagaimana pun cara membuatnya, kalau namanya miras yg dikonsumsi terlalu banyak juga kurang baik. Temen saya yang juga seorang peminum mengatakan hal ini. “Dulu lapen di Pajeksan itu enak tapi aman”, begitu kata temen saya. Saya akui, saya juga peminum miras, tapi ya bukan pemabuk.
Kembali lagi ke pedagang keliling ya. Para pelanggan biasa memanggil si pedangang dengan nama “bagong”. Daerah jangkauannya saya sendiri kurang paham, tapi ada informasi bahwa dia berkeliling di sekitar selatan ringroad selatan (dongkelan) sampai sekitar pasar Bantul. Dia menjual 3 macam rasa : Lapen murni, Lapen putih (katanya sih pakai susu), dan lapen jamu (katanya memang pakai campuran jamu semacam beras kencur). Harganya dipatok hanya Rp 4000 saja. Ada yang mengonsumsi 1 plastik sehari, ada yg mengonsumsi 2 plastik. Satu plastik yang dimaksud adalah plastik ukuran setengah kilo.
Menurut informasi yang saya terima, orang yg biasa minum lapen akan merasa tersiksa jika sehari saja tidak mengonsumsi lapen. Begitu pula yang terjadi dalam kasus ini, candu lapen sudah menyebar. Modus penjualan lapen ini mungkin tergolong baru dan rapi. Dulu, si bagong ini sempat menjual lapen di rumahnya, tapi karena suatu hal (mungkin karena tertangkap Polisi) ia kemudian menjualnya dengan cara keliling.
Teman saya sudah menjadi korban yang untungnya tidak sampai merenggut nyawanya. Masih banyak yang mengonsumsi lapen keliling ini. entah mau berapa korban lagi yang akan terkena imbas lapen ini. saran saya buat semua yang ingin minum miras, usahakan cari miras yang berkualitas lah, jangan asal mau mabuk. Mahal sedikit tak apa, tapi aman. Tapi juga jangan terlalu over dosis.
Saran saya untuk bagong si pedagang lapen. Anda itu kreatif lho, bisa menemukan ide berbisnis dengan menjemput pelanggan. Ini sudah merupakan inovasi. Anda juga sudah punya pelanggan tetap kan? Kalau bisa, jangan jualan lapen lagi karena sudah banyak yang tau kalau lapen buatan Anda itu berbahaya. usahakan Anda berdagang sesuatu yg bermanfaat lah. terakhir, mas bagong, kamu jangan minum lapen buatanmu ya. bahaya, nanti kamu malah pingsan dan bisa opname.
Pertama kali mendengar kabar ini pun saya sempat tergelitik geli. Ada-ada saja ide orang Jogja. Tapi ide ini kok sepertinya kurang pas ya. Berikut akan saya ceritakan kronologisnya.
Kemarin sore, tepatnya tanggal 29 April jam 16.00. Saya dan beberapa sahabat menjenguk seorang teman di RS Panembahan Senapati Bantul. Dia barusaja menjalani operasi lambung. Ya, umumnya orang menjenguk kan ngajak ngobrol tentang apa yang dia rasakan, apa sebabnya dan banyak lah obrolan lainnya yg sifatnya hanya pepesan kosong.
Selidik punya selidik, selama beberapa minggu, teman saya si son itu (nama saya samarkan) setiap sore rutin mengonsumsi jamu; begitu dia menyebutnya. Pernah sesekali dia bilang “aku pengen gendut , aku dah minum jamu, skarang perutku tambah gedhe to” katanya sambil menunjukkan perutnya yang sudah membuncit.
Benar memang, dia minum jamu tiap sore. Kira-kira jam 16.30, penjual jamu itu lewat ke perkampungan si Son. Badannya besar dan tambun, naik motor yg diiklankan Komeng. Setiap kali si penjual jamu berhenti menjajakan dagangannya, banyak pemuda dan ABG yg mendatanginya. Tak tampak seperti pedagang yg membawa “kronjot” (keranjang) karena dagangannya ada di dalam bagasi motor. meski demikian, pelanggannya sudah tahu kalau dia sedang jualan jamu.
Para pemuda dan ABG itu bertolak dengan membawa bungkusan plastik. Sruput demi sruput para pemuda itu menikmati minuman yang mereka sebut sebagai jamu itu. Ternyata, “jamu” cuma sebutan mereka untuk menyamarkan agar tak dianggap negatif oleh warga. Sebenarnya minuman itu adalah LAPEN. Barangkali ada yg belum mengenal apa itu lapen. Kalau untuk orang Jogja, kata itu tidak asing. Kalau di daerah Sragen, dikenal ada miras tradisional namanya CIU, di Kalimantan ada Tuak, nah di Jogja, miras tradisionalnya namanya lapen. Tapi, saya sendiri juga tak tahu secara detail apa bahan dan bagaimana cara membuatnya. Saya sendiri juga belum pernah mengonsumsinya. Kata teman saya sih rasanya “klecing” hehe
Kalau ada yang masih ingat, dalam jangka 4 tahun ini ada beberapa kejadian miras oplosan memakan korban. Ingat? ya minuman lapen lah yang menyebabkan. Berbagai macam bahan kimia dicampur. Kalau yg saya ingat, ada bahan pembersih lantai juga. Ya mungkin tidak semua lapen dibuat dengan bahan yang asal-asalan, ada juga yang dibuat dengan cara yg semestinya. tapi ya bagaimana pun cara membuatnya, kalau namanya miras yg dikonsumsi terlalu banyak juga kurang baik. Temen saya yang juga seorang peminum mengatakan hal ini. “Dulu lapen di Pajeksan itu enak tapi aman”, begitu kata temen saya. Saya akui, saya juga peminum miras, tapi ya bukan pemabuk.
Kembali lagi ke pedagang keliling ya. Para pelanggan biasa memanggil si pedangang dengan nama “bagong”. Daerah jangkauannya saya sendiri kurang paham, tapi ada informasi bahwa dia berkeliling di sekitar selatan ringroad selatan (dongkelan) sampai sekitar pasar Bantul. Dia menjual 3 macam rasa : Lapen murni, Lapen putih (katanya sih pakai susu), dan lapen jamu (katanya memang pakai campuran jamu semacam beras kencur). Harganya dipatok hanya Rp 4000 saja. Ada yang mengonsumsi 1 plastik sehari, ada yg mengonsumsi 2 plastik. Satu plastik yang dimaksud adalah plastik ukuran setengah kilo.
Menurut informasi yang saya terima, orang yg biasa minum lapen akan merasa tersiksa jika sehari saja tidak mengonsumsi lapen. Begitu pula yang terjadi dalam kasus ini, candu lapen sudah menyebar. Modus penjualan lapen ini mungkin tergolong baru dan rapi. Dulu, si bagong ini sempat menjual lapen di rumahnya, tapi karena suatu hal (mungkin karena tertangkap Polisi) ia kemudian menjualnya dengan cara keliling.
Teman saya sudah menjadi korban yang untungnya tidak sampai merenggut nyawanya. Masih banyak yang mengonsumsi lapen keliling ini. entah mau berapa korban lagi yang akan terkena imbas lapen ini. saran saya buat semua yang ingin minum miras, usahakan cari miras yang berkualitas lah, jangan asal mau mabuk. Mahal sedikit tak apa, tapi aman. Tapi juga jangan terlalu over dosis.
Saran saya untuk bagong si pedagang lapen. Anda itu kreatif lho, bisa menemukan ide berbisnis dengan menjemput pelanggan. Ini sudah merupakan inovasi. Anda juga sudah punya pelanggan tetap kan? Kalau bisa, jangan jualan lapen lagi karena sudah banyak yang tau kalau lapen buatan Anda itu berbahaya. usahakan Anda berdagang sesuatu yg bermanfaat lah. terakhir, mas bagong, kamu jangan minum lapen buatanmu ya. bahaya, nanti kamu malah pingsan dan bisa opname.
Tag :
Serba Serbi
0 Komentar untuk "Ada Pedagang Miras Keliling di Bantul"